BAB II KAJIAN TEORITIS

  1. A. Pengertian Disiplin

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istilah disiplin mengandung beberapa arti yaitu: tata tertib, ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib dibidang studi yang dimiliki objek, system dan metode tertentu. [1]

Tentang disiplin The Liang Gie (1972) mengemukakan disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati.[2]

Sejalan dengan itu Drs. Peter salim dan Yeny salim dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer mengartikan istilah disiplin “sebagai kepatuhan kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapan.[3]

Demikian juga pendapat searah dilontarkan oleh A. Tabrani Rusyan yang menyatakan bahwa disiplin adalah suatu perbuatan yang mentaati, mematuhi dan tertib akan aturan , norma dan kaidah yang berlaku di tempat kerja.[4]

Jadi, disiplin merupakan suatu proses latihan dan belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam bertindak, berfikir dan bekerja yang aktif dan kreatif. Disiplin juga merupakan suatu kepatuhan dari orang-orang dalam suatu organisasi terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan keadaan tertib.

B. Disiplin Belajar Siswa

Guru mempunyai peran dan fungsi penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan kepada siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan dan kualitas dirinya dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai pendidik. Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru sesuai dengan kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik adalah bagaimana menumbuhkan kedisiplinan kepada siswa, karena masalah kedisiplinan merupakan salah satu faktor penting yang harus ditanamkan ke dalam diri siswa untuk membentuk kepribadian siswa yang bersifat akhlakul karimah.

Pada hakikatnya disiplin itu bagian dari pendidikan, karena tanpa disiplin tidak akan ada pendidikan dan pendidikan merupakan satu proses yang perlu dibiasakan pelaksanaannya, seperti norma‑norma yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Kaitan antara disiplin dan pendidikan ialah bahwa disiplin yang semula sebagai prasyarat dalam proses pendidikan (belajar) pada akhimya akan menjadi baku dan membudaya sehingga selanjutnya disiplin itu merupakan hasil dari pendidikan.

Dalam sikap dan tindakannya, manusia dituntut untuk dapat membina dan menegakkan tiga jenis disiplin, yakni displin diri, disiplin sosial, dan disiplin nasional. Sikap ini merupakan sikap mental yang tidak muncul dengan sendirinya melainkan melalui suatu proses yang panjang dimulai sejak kanak‑kanak sampai dewasa.

Apabila di analisa, disiplin mengandung beberapa unsur dan unsur tersebut adalah adanya sesuatu yang harus ditaati atau ditinggalkan (peraturan, tata. tertib, undang‑undang atau norma) dan adanya proses sikap seseorang terhadap hal tersebut.

Dalam kaitan belajar, disiplin merupakan prasyarat utama untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Tanpa disiplin yang kuat maka kegiatan belajar hanya merupakan aktivitas yang kurang bernilai, tanpa mempunyai makna dan target apa-apa. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan disiplin belajar adalah hal penting yang harus dilakukan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.

Di samping itu, pemberian keteladanan dari guru dalam kegiatan pembelajaran merupakan hal lain yang penting dalam menumbuhkan disiplin belajar bagi siswa. Keteladanan guru dalam hal disiplin merupakan salah satu “senjata ampuh” dalam membimbing dan mengarahkan siswa agar disiplin dalam belajar.

Disiplin dalam belajar penting artinya bagi kegiatan belajar, suasana yang menyenangkan dapat menumbuhkan kegairahan belajar, sedangkan suasana yang kacau, ramai, tak tenang, dan banyak gangguan sudah tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang efektif. Karena guru dan siswa senantiasa dituntut agar menciptakan suasana lingkungan belajar yang baik dan menyenangkan, menantang dan menggairahkan. Hal ini berarti bahwa disiplin belajar turut menentukan motivasi, kegiatan, keberhasilan  belajar siswa.

Keberhasilan guru dalam menjalankan fungsinya untuk menumbuhkan kedisiplinan kepada siswa dapat dilihat dari pendapat siswa sebagai feedback untuk mengevaluasi pelaksanaan fungsi guru dimaksud. Pendapat siswa ini dapat bersifat positif dan juga dapat negatif. Sikap siswa yang menerima, menyukai, memandangnya sebagai sesuatu yang memotivasi dirinya, dan perhatian pada guru, merupakan indikator dari pendapat positif siswa terhadap guru. Sedangkan sikap siswa yang menghindar, menolak, acuh tak acuh, dan tidak menyukai keberadaan guru, merupakan indikator dari pendapat siswa yang negatif terhadap guru (Purwanto, 1998:171).

Adapun tugas guru dalam pendidikan menurut Muhaimin dan Abdul Mujib adalah sebagai pengajar (instruksional), pendidik (educator) dan sebagai pemimpin (managerial). Dalam konteks tugas guru sebagai pendidik, maka guru mempunyai peran untuk mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah menciptakannya. Dalam peran inilah, penanaman kedisiplinan kepada siswa merupakan salah satu tugas utama guru dalam proses pendidikan. Upaya guru untuk menumbuhkan kedisiplinan kepada siswa dengan merujuk kepada pendapat Muhaimin dan Abdul Mujib dapat dirumuskan dalam indikator: kedisiplinan siswa dalam belajar, dalam beribadah, dalam memanfaatkan waktu, serta ketaatan dan kepatuhan siswa terhadap peraturan sekolah.

Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah.

C. Penyebab Prilaku Tidak Disiplin

Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai berikut :

  1. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
  2. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
  3. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
  4. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama disiplin diri.

D. Tugas Guru dalam Meningkatkan Disiplin Siswa

Dalam kaitan ini, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
  2. Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan pada umumnya.
  3. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum. Baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.

Selanjutnya, Brown dan Brown mengemukakan pula tentang pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
  2. Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya.
  3. Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
  4. Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
  5. Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan selalu dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajar pada khususnya.
  6. memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.

Sementara itu, Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum merancang disiplin siswa, yaitu :

  1. konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka
  2. keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa.
  3. konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
  4. klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
  5. analisis transaksional; guru disarankan guru belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah.
  6. terapi realitas; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab.
  7. disiplin yang terintegrasi; metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan;
  8. modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.

Tantangan bagi disiplin; guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.[5]

Dari uraian di atas nampak bahwa upaya menumbuhkan disiplin siswa dalam proses pembelajaran mempunyai peran penting dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dan turut menentukan prestasi belajar siswa.[6]


[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1970., h.208

[2] The Liang Gie, Kamus Administration, Jakarta: Gunung Agung), 1972

[3] Peter salim dan  Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Press, 1991. H. 345.

[4] A. Tabrani Rusyan dkk.,  Upaya meningkatkan Budaya Kinerja Guru Sekolah Dasar Media Cipta Nusantara, 2001) cet.ke-2, h. 521

[5] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/disiplin-siswa-di-sekolah/

[6]http://dsh2.wordpress.com/2009/05/12/asas-asas-metode-pembelajaran-dan-upaya-menerapkan-disiplin-belajar-siswa-dalam-pendidikan-agama-islam-di-sekolah/

2 respons untuk ‘BAB II KAJIAN TEORITIS

  1. Ya,siswa di sekolah harus disiplin,tapi sekarang masih banyak siswa yang tidak disiplin dalam belajar,dan berpakaian.maupun dalam hal-hal lainya

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Achmad aldi R Batalkan balasan